Timnas Indonesia menghadapi tantangan berat menjelang laga penting melawan China pada Kualifikasi Piala Dunia 2026 zona Asia putaran ketiga di Grup C. Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) resmi menerima sanksi dari FIFA akibat insiden diskriminatif yang dilakukan segelintir suporter saat laga melawan Bahrain pada 25 Maret 2025 di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK), Jakarta.
Menurut laporan FIFA, insiden terjadi di tribune utara dan selatan, khususnya sektor 19, pada menit ke-80 laga Indonesia vs Bahrain.
“FIFA menyatakan bahwa suporter Indonesia paling aktif di tribun utara dan selatan. Insiden terjadi di sektor 19, pada menit ke-80, sekitar 200 suporter tuan rumah meneriakkan slogan xenofobia Bahrain bla-bla-bla,” ujar Anggota Exco PSSI, Arya Sinulingga, dalam pesan yang diterima wartawan.
Arya menegaskan bahwa sanksi ini menjadi pukulan berat bagi sepak bola Indonesia. Ia menambahkan bahwa tindakan ini melanggar prinsip FIFA yang menjunjung tinggi kesetaraan, kemanusiaan, dan saling menghormati.
“Ini adalah hal yang berat yang kita terima, karena FIFA itu memiliki prinsip kesetaraan, kemanusiaan, saling menghargai dan menghormati, jadi tidak boleh ada hate speech, ujaran kebencian, tidak boleh ada rasisme, tidak boleh ada xenofobia, dan lain-lain,” katanya.
Sanksi pengurangan penonton akan diterapkan pada laga Timnas Indonesia melawan China pada 5 Juni 2025 pukul 20.45 WIB di SUGBK.
Sanksi FIFA akibat insiden suporter saat laga Timnas Indonesia embawa sejumlah kerugian signifikan bagi Timnas Indonesia, PSSI, dan ekosistem sepak bola nasional. Berikut adalah dampak-dampak utama dari sanksi tersebut:
1. Denda Finansial yang Memberatkan
PSSI dihukum membayar denda sekitar Rp400 juta. Jumlah ini cukup besar bagi federasi, yang dana operasionalnya sebagian bergantung pada sponsor dan pendapatan pertandingan. Dana tersebut bisa saja dialokasikan untuk pembinaan pemain muda, pelatihan, atau infrastruktur, tetapi kini harus digunakan untuk membayar sanksi. Hal ini dapat mengganggu perencanaan keuangan PSSI dalam jangka pendek.
2. Pengurangan Kapasitas Penonton
FIFA memberlakukan pengurangan 15 persen kapasitas penonton untuk laga kandang berikutnya, yaitu melawan China pada 5 Juni 2025 di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK). Dari kapasitas normal 78.000 penonton, sekitar 11.700 kursi akan dikosongkan atau dialokasikan untuk komunitas anti-diskriminasi. Ini mengurangi potensi pendapatan dari penjualan tiket, yang merupakan sumber pendanaan penting untuk operasional tim nasional dan organisasi pertandingan.
3. Berkurangnya Dukungan Suporter di Stadion
Pengurangan jumlah penonton, terutama di tribune utara dan selatan yang dikenal sebagai basis suporter paling vokal, berpotensi melemahkan atmosfer di stadion. Dukungan suporter kerap menjadi “pemain ke-12” yang memotivasi Timnas Indonesia, terutama dalam laga krusial melawan China. Suasana yang kurang bergairah bisa memengaruhi semangat dan performa pemain di lapangan.
4. Reputasi Sepak Bola Indonesia Tercoreng
Insiden xenofobia yang dipicu segelintir suporter mencoreng citra sepak bola Indonesia di mata internasional. FIFA menjunjung tinggi prinsip anti-diskriminasi, dan pelanggaran ini membuat Indonesia dianggap kurang mampu mengelola suporter dengan baik. Hal ini dapat memengaruhi kepercayaan FIFA dalam memberikan hak tuan rumah untuk turnamen internasional di masa depan.
5. Risiko Sanksi Lebih Berat di Masa Depan
Sanksi ini menjadi peringatan keras bagi PSSI dan suporter. Jika insiden serupa terulang, FIFA dapat menjatuhkan hukuman lebih berat, seperti larangan menggelar pertandingan kandang, pertandingan tanpa penonton, atau bahkan pengurangan poin di kualifikasi. Hukuman semacam itu akan sangat merugikan peluang Timnas Indonesia lolos ke Piala Dunia 2026.
6.Beban Psikologis bagi Pemain dan Pelatih
Sanksi ini dapat menambah tekanan psikologis bagi skuad Timnas Indonesia. Pemain dan pelatih, yang tidak terlibat langsung dalam insiden, harus menghadapi konsekuensi seperti berkurangnya dukungan penonton dan sorotan negatif dari media. Fokus mereka pada persiapan melawan China bisa terganggu, terutama mengingat laga ini sangat menentukan di Grup C.
Untuk lolos langsung ke Piala Dunia 2026, Timnas Indonesia harus finis di dua posisi teratas Grup C. Dua tim teratas dari masing-masing grup di putaran ketiga akan mendapatkan tiket otomatis ke turnamen di Amerika Utara.
Sementara itu, tim peringkat ketiga dan keempat akan melaju ke putaran keempat, di mana enam tim akan dibagi menjadi dua grup. Juara grup di putaran keempat lolos ke Piala Dunia, sedangkan runner-up akan bersaing di play-off antar-konfederasi untuk memperebutkan satu slot tambahan.
Dengan dua laga tersisa, peluang Indonesia masih terbuka lebar. Kemenangan atas China akan memperbesar kans untuk setidaknya mengamankan posisi keempat, bahkan berpotensi mengejar posisi runner-up jika Arab Saudi atau Australia tergelincir. Namun, laga tandang melawan Jepang, yang tampil dominan dengan 14 gol tanpa kebobolan, akan menjadi ujian berat.
Insiden di laga Bahrain menjadi pengingat bagi PSSI untuk meningkatkan edukasi suporter dan pengelolaan keamanan pertandingan. PSSI berencana memperkuat koordinasi dengan kepolisian dan memperketat pengawasan di stadion guna mencegah kejadian serupa. Erick Thohir, Ketua Umum PSSI, juga telah menekankan pentingnya menjaga reputasi Indonesia sebagai tuan rumah yang ramah dan profesional.
Sanksi FIFA ini menjadi pelajaran berharga bagi sepak bola Indonesia. Dengan dukungan penuh dari suporter yang lebih bertanggung jawab, Timnas Indonesia diharapkan mampu tampil maksimal melawan China dan menjaga asa menuju Piala Dunia 2026.