Mia Audina, legenda bulu tangkis Indonesia, pernah menjadi kebanggaan Tanah Air dengan aksi heroiknya di lapangan. Dijuluki “Si Anak Ajaib,” ia mencuri perhatian dunia saat masih remaja.
Namun, keputusannya untuk pindah kewarganegaraan ke Belanda pada 2000 sempat menghebohkan publik. Kini, setelah pensiun dari bulu tangkis, apa kabar Mia Audina? Berikut kisah terbaru tentang kehidupannya, alasan di balik kepindahannya, serta kilas balik karier gemilangnya.
Fokus Mendampingi Suami di Belanda
Sejak menggantung raket pada 2006, Mia Audina kini menjalani kehidupan yang lebih tenang di Belanda. Ia memfokuskan diri untuk mendukung suaminya, Tylio Arlo Lobman, seorang penyanyi gospel asal Suriname. Dalam wawancara yang dikutip dari kanal YouTube PB Djarum, Mia berbagi cerita tentang kesibukannya saat ini.
“Kegiatan saya sekarang tuh support suami pastinya, pas saya main saya selalu di-support sekarang gantian saya yang mensupport. Sekarang sama seperti itu,” kata Mia Audina.
Kehidupan rumah tangganya dengan Tylio tampak harmonis. Meski telah menikah sejak 1999, Mia dan Tylio memilih untuk belum memiliki anak hingga saat ini, fokus menikmati perjalanan bersama.
Mia juga sesekali kembali ke Indonesia, seperti saat menghadiri acara ulang tahun PBSI pada 2014, menunjukkan ia masih menjaga ikatan dengan akar budayanya.
Pindah ke Belanda: Bukan Sekadar Ikut Suami
Keputusan Mia untuk pindah ke Belanda pada 1999 sering disalahpahami sebagai langkah yang hanya mengikuti sang suami. Namun, ada cerita yang lebih mendalam di balik itu. Kehilangan ibunya menjadi salah satu pendorong utama.
“Bukan karena ikut suami, ya banyak kurang lebihnya seperti itu. Tetapi, banyak cerita di belakang itu, salah satu alasannya karena mama saya meninggal,” cerita Mia Audina.
Mia menjelaskan bahwa ibunya adalah motivasi terbesarnya dalam bermain bulu tangkis.
“Saya selalu main buat mami yang sudah sakit beberapa tahun lalu, dan saya selalu bermain buat dia, membiayai dia, dan sebagainya. Begitu mami sudah tidak ada, saat itu saya masih berusia muda yaitu 19 tahun, jadi harus punya sesuatu yang baru, lingkungan baru. Semuanya untuk bisa maju terus,” tambahnya.
Kehilangan ibunya di usia muda membuat Mia mencari lingkungan baru untuk bangkit. Belanda menjadi tempat baginya untuk memulai babak baru, meski keputusan ini berat karena ia harus meninggalkan pelatnas Indonesia.
Ia bahkan sempat meminta PBSI untuk tetap membela Indonesia sambil berlatih di Belanda, tetapi aturan saat itu tidak memungkinkan.
Karier Gemilang di Dua Negara
Karier Mia Audina di dunia bulu tangkis adalah kisah tentang bakat luar biasa. Saat berusia 14 tahun, ia sudah menjadi bagian tim Piala Uber Indonesia 1994, membantu Indonesia mengalahkan China di final. Aksi heroiknya berlanjut di Piala Uber 1996, mempertahankan gelar untuk Indonesia. Pada 1996, di usia 17 tahun, Mia meraih medali perak Olimpiade Atlanta, meski kalah dari Bang Soo-hyun di final.
Selain itu, Mia juga memenangkan sejumlah turnamen bergengsi saat membela Indonesia, seperti Singapore Open 1997, SEA Games 1997, dan Indonesia Open 1998. Ia sempat menduduki peringkat satu dunia pada Oktober 1996, menegaskan statusnya sebagai salah satu tunggal putri terbaik.
Setelah pindah ke Belanda pada 2000, Mia tetap menunjukkan kelasnya. Ia meraih medali perak Olimpiade Athena 2004, menjadikannya satu-satunya pebulu tangkis yang meraih medali Olimpiade untuk dua negara berbeda. Ia juga memenangkan gelar di Japan Open 2004, European Championships 2004 (tunggal dan ganda putri), serta sejumlah turnamen lain seperti Taiwan Open 2000 dan 2003.
Menghormati Indonesia
Meski membela Belanda, Mia selalu menunjukkan rasa hormat pada Indonesia. Ia sengaja tidak tampil di turnamen yang digelar di Indonesia, seperti Indonesia Open dan Piala Uber 2008 di Jakarta, untuk menghindari luka bagi publik Tanah Air. “Saya tetap tidak akan tampil di Jakarta. Saya mesti menghargai masyarakat Indonesia juga saya sendiri,” ujarnya.
Kini, di usia 45 tahun, Mia Audina telah meninggalkan jejak abadi di dunia bulu tangkis. Dari anak ajaib yang menaklukkan Piala Uber hingga legenda yang berprestasi di dua negara, kisahnya adalah tentang ketangguhan, pengorbanan, dan cinta pada keluarga. Meski kini hidupnya lebih sederhana, mendampingi suami di Belanda, namanya tetap dikenang sebagai salah satu ikon bulu tangkis dunia.