Dalam laporan terbarunya, Kaspersky mengungkap bahwa Indonesia menghadapi lebih dari 3 juta upaya ancaman daring sepanjang kuartal pertama tahun 2025.
Angka tersebut menjadi pengingat serius akan terus meningkatnya kompleksitas kejahatan siber yang menyasar individu, organisasi, hingga infrastruktur kritis di Tanah Air.
Berdasarkan telemetri dari Kaspersky Security Network (KSN), tercatat 3.269.174 deteksi ancaman daring selama periode Januari hingga Maret 2025.
Meski mengalami penurunan sebesar 44,25% dibandingkan kuartal yang sama tahun sebelumnya yang mencatat hampir 5,9 juta deteksi, tingkat ancaman tetap dianggap tinggi oleh para ahli.
Menurut laporan tersebut, sekitar 15,5% pengguna di Indonesia terdampak oleh serangan siber melalui internet.
Baca juga: KasperskyOS Bertransformasi Menjadi Sistem Operasi Umum dengan Pendekatan Cyber Immunity
Mayoritas serangan dilakukan lewat browser, memanfaatkan kelemahan pada plugin, atau menggunakan teknik rekayasa sosial yang menipu pengguna agar menginstal perangkat lunak berbahaya.
Penurunan Bukan Berarti Aman
Meski data menunjukkan tren penurunan signifikan, ancaman yang berkembang makin canggih. Pelaku siber kini banyak memanfaatkan kecerdasan buatan (AI) untuk menciptakan taktik baru, termasuk serangan yang mampu melewati deteksi awal sistem keamanan.
“Di tengah percepatan transformasi digital dan meningkatnya ketegangan geopolitik global, perusahaan perlu memperkuat postur keamanan mereka,” kata Yeo Siang Tiong, General Manager untuk Asia Tenggara di Kaspersky.
Ia juga menekankan pentingnya penggabungan teknologi deteksi berbasis AI dengan pengawasan manusia yang ahli, demi mencegah kegagalan sistemik akibat serangan yang menyasar titik lemah jaringan.
Peta Ancaman Global
Dari sisi global, Indonesia berada di posisi ke-95 dalam daftar negara dengan tingkat ancaman online tertinggi. Bandingkan dengan Ukraina, yang berada di urutan pertama dengan 33,4% pengguna terdampak, disusul oleh Belarus (32%), Rusia (30,7%), Andorra (30,2%), dan Lithuania (30,1%).
Tingginya tingkat ancaman di beberapa negara tersebut mengindikasikan bahwa aktor siber kini makin agresif dalam menyasar wilayah dengan ketegangan politik atau sistem digital yang luas namun belum cukup terlindungi.
Baca juga: Digitalisasi Terhambat, Ini Masalah Keamanan Siber di Sektor Industri
Strategi Perlindungan Siber bagi Organisasi
Kaspersky merekomendasikan beberapa langkah praktis untuk organisasi di Indonesia guna meminimalkan risiko kebocoran data dan serangan siber. Beberapa langkah tersebut antara lain:
- Pembaruan Perangkat Lunak Berkala
Selalu perbarui software dan sistem operasi di semua perangkat guna menutup celah keamanan yang bisa dimanfaatkan penyerang. - Backup Data Rutin
Melakukan pencadangan data secara berkala akan sangat membantu saat terjadi insiden seperti ransomware atau serangan siber lainnya. - Pemantauan Aktivitas Jaringan
Tingkatkan visibilitas pada sistem IT organisasi untuk mendeteksi aktivitas mencurigakan secara dini dan menghindari akses tidak sah. - Peningkatan Literasi Siber
Karyawan perlu diberikan pelatihan keamanan siber menggunakan platform seperti Kaspersky Automated Security Awareness Platform agar lebih sadar dan waspada terhadap serangan phishing dan rekayasa sosial. - Pelatihan Profesional IT
Tim IT organisasi harus rutin ditingkatkan kompetensinya melalui pelatihan teknis seperti yang ditawarkan Kaspersky Expert Training. - Pemanfaatan Intelijen Ancaman
Gunakan sumber intelijen ancaman siber dari penyedia terpercaya seperti Kaspersky Threat Intelligence, yang menggabungkan wawasan dari pengalaman lebih dari 20 tahun. - Adopsi Solusi Keamanan Menyeluruh
Gunakan solusi keamanan menyeluruh seperti Kaspersky NEXT XDR, yang menawarkan proteksi endpoint serta kemampuan tanggap insiden otomatis.
Pendekatan yang responsif, adaptif, dan berbasis kolaborasi menjadi kunci dalam menjaga keberlangsungan dan keamanan bisnis digital di Indonesia.
Yeo menambahkan bahwa membangun budaya tanggung jawab di semua level organisasi adalah bagian integral dari strategi ketahanan siber.
“Kewaspadaan manusia tetap menjadi landasan utama dari setiap sistem keamanan,” tutupnya.