Menteri Agama RI, Profesor Nasaruddin Umar dalam tausiyahnya di acara halal bi halal PB IKA PMII (1/05/25) mengingatkan urgensi penguatan geo-intelektual dan geo-spiritual kaum santri di kancah global. Perspektif yang dibangun untuk reposisi umat Islam di kancah dunia tidak cukup geo-politik, akan tetapi sudah saatnya mengedepankan geo-intelektual dan geo-spiritual.
Menurut Prof. Nasarudin, dunia Arab sudah selesai dengan sejarah ke-nabi-an dan misi profetik yang dibawa para Nabi. Akan tetapi peradaban masa depan Islam perlu dipersiapkan dari Timur, tempat lebih awal terbitnya matahari. Dalam konteks Indonesia, kaum santri-lah yang dituntut berperan aktif dengan cara memperkuat geo-intelektual dan geo-spiritual.
Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar dengan populasi keempat terbanyak di dunia memilikipotensi dalam dua aspek strategis, yaitu: geo-intelektual dan geo-spiritual. Di Tengah dinamika global yang ditandai oleh disrupsi teknologi, krisis sumber daya alam dan moral, serta ketegangan geopolitik, Indonesia memiliki peluang untuk mereposisi dirinya. Bukan hanya sebagai kekuatan ekonomi dan politik, tetapi juga sebagai pusat peradaban berbasis intelektual dan spiritual.
Geo-intelektual di negara maju dikembangkan untuk menggambarkan, menilai, dan memvisualisasikan aktivitas manusia di bumi dengan menggunakan pendekatan geospatial intelligence (GEOINT).
Kita untuk reposisi di kancah dunia butuh mendeskripsikan Kembali melalui pertanyaan-pertanyaan. Semisal “di mana posisi saya?” (where am I?), “di mana mitra berada?” (where are the frriendies?), “kapan mereka akan bermigrasi?” (when might they move?), “lingkungannya seperti apa? (what is the invironment). Dari pertanyaan-pertanyaan itu tumbuhlah pemikiran dan gagasan, “apa inovasi berdampak yang harus dilakukan?”
Bangsa Indonesia tengah mengalami bonus demografi dan peningkatan infrastruktur pendidikan serta inovasi digital. Termasuk di dalamnya adalah jumlah santri yang besar, lembaga pendidikan Islam meliputi pesantren, madrasah, dan perguruan tinggi yang mengalami perkembangan pesat, serta inovasi yang dilakukan kelompok santri.
Kita memiliki potensi besar untuk pengembangan sumberdaya unggul yang dapat bersaing di ranah global. Dengan catatan apa yang dikembangkan kalangan santri butuh penyesuaian dengan pendekatan GEOINT.
Melalui potensi geo-intelektual yang dimiliki kita optimalkan lagi dengan inovasi, termasuk inovasi studi turats (kitab-kitab klasik) yang dipadukan dengan sains dan teknologi. Diharapkan ke depan Indonesia menjadi destinasi kajian keislaman global.
Sementara secara geo-spiritual, Indonesia memiliki kekayaan-keakayaan nilai-nilai kearifan local, keragaman agama yang hidup berdampingan serta damain, serta tradisi spiritual yang kuat. Hal ini menjadikan Indonesia berpotensi menjadi teladan dunia dalam membangun masyarakat yang harmonis dan beretika.
Apa yang digagas Prof Nasaruddin tentang ekoteologi yang menekankan pentingnya menjaga lingkungan hidup sebagai bagian integral dari ajaran agama dan sebagai bentuk ibadah kepada Tuhan adalah salah satu manifestasi dari penguatan geo-spiritual kaum santri Indonesia.
Dengan mengautkan kedua dimensi, eco-intelektual dan eci-spiritual, secara strategis dan terpadu, maka Indonesia yang dipelopori para santri dapat memainkan peranan yang signifikan dalam membentuk arah dunia yang lebih adil, damai, dan berkelanjutan. Wallahu a’lam
M. Ishom el-Saha (Guru Besar UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten)