Apple mengumumkan pemangkasan besar-besaran dalam program pembelian kembali saham senilai $10 miliar. CEO Apple, Tim Cook, menyampaikan kepada para analis bahwa tarif impor yang meningkat akibat perang dagang Amerika Serikat dengan negara lain, khususnya di bawah kebijakan Presiden Donald Trump, dapat menambah beban biaya sekitar $900 juta pada kuartal ini.
Langkah strategis ini diambil oleh Apple untuk mengalihkan rantai pasokan globalnya, guna meminimalkan dampak negatif dari perang dagang terhadap produksi dan distribusi produk-produk andalannya, seperti iPhone, iPad, Mac, dan Apple Watch.
Dikutip dari Reuters, Jumat (2/5/2025), Cook menguraikan bahwa Apple telah menyusun rencana pengeluaran senilai $500 miliar untuk memperluas jangkauannya di Amerika Serikat. Rencana ini akan melibatkan peningkatan modal dan biaya operasional untuk pembangunan pabrik server dan chip melalui kerjasama dengan mitra manufaktur mereka. Selain itu, strategi diversifikasi rantai pasokan semakin diperkuat dengan upaya membangun persediaan produk secara lokal.
Tim Cook menegaskan bahwa mayoritas penjualan iPhone di AS pada kuartal ini akan berasal dari pemasok di India, sementara produk seperti iPad, Mac, dan Apple Watch akan dipasok oleh pabrik di Vietnam. Sebaliknya, untuk pasar di luar AS, Apple tetap mempertahankan rantai pasokannya yang berbasis di China.
Para analis menilai langkah ini sebagai sinyal bahwa salah satu perusahaan teknologi paling menguntungkan dalam sejarah bisnis tengah bersiap menghadapi dinamika pasar yang belum sepenuhnya dipetakan.
“Kami berharap akan melihat lebih banyak pembelian kembali saham. Ini menunjukkan bahwa Tim Cook tengah menimbun uang tunai untuk mengantisipasi kondisi yang sulit. Meskipun hal ini bukan masalah besar, langkah ini mengindikasikan ketidakpastian jangka pendek yang cukup signifikan dibandingkan dengan kuartal-kuartal sebelumnya,” jelas Thomas Monteiro, analis senior di Investing.com.
Meskipun saham Apple tercatat turun 4,3% pasca rilis hasil kuartalan, perusahaan tetap optimis. Dalam laporan keuangan kuartal kedua yang berakhir pada 29 Maret, Apple melaporkan penjualan mencapai $95,36 miliar dan laba per saham sebesar $1,65, melebihi ekspektasi analis yang menargetkan $94,68 miliar dan $1,63 per saham. Penjualan iPhone, yang menjadi andalan Apple, mencapai $46,84 miliar, mengalahkan estimasi sebesar $46,17 miliar.
Untuk kuartal ketiga, eksekutif Apple memperkirakan pertumbuhan pendapatan satu digit rendah hingga menengah, dengan estimasi penjualan sekitar $89,45 miliar. Namun, perusahaan juga meramalkan penurunan margin kotor menjadi antara 45,5% hingga 46,5%, sedikit di bawah ekspektasi analis sebesar 46,58%.
Tim Cook menyoroti pula bahwa biaya tambahan sebesar $900 juta pada kuartal ini adalah akibat dari tarif global yang masih berlaku. Ia menekankan bahwa, dengan asumsi tarif dan kebijakan saat ini tidak berubah, dampak tersebut akan terus dirasakan sepanjang kuartal.
“Kami memiliki rantai pasokan yang kompleks dan selalu ada risiko di dalamnya. Pengalaman kami mengajarkan bahwa menyimpan semua produksi di satu lokasi memiliki risiko yang terlalu besar,” kata Cook.
Selain mengalihdayakan produksi ke pasar alternatif seperti India dan Vietnam, Cook juga menyampaikan rencana ekspansi fasilitas produksi di AS. Apple telah memperoleh pesanan untuk 19 miliar chip dari beberapa negara bagian seperti Michigan, Texas, California, Arizona, Nevada, Iowa, Oregon, North Carolina, dan Washington, yang akan mendukung rencana pengeluaran modal dan pembangunan infrastruktur pabrik sendiri.
Langkah strategis ini menandai perubahan signifikan dalam kebijakan operasional Apple. Dengan meningkatnya biaya pengembangan dan tantangan global akibat perang dagang, Apple mengambil langkah proaktif untuk mengamankan rantai pasokan dan mempertahankan keunggulan kompetitifnya.
Meskipun dampak jangka pendek seperti penurunan harga saham menjadi perhatian, langkah diversifikasi dan investasi di AS menunjukkan komitmen Apple untuk terus berinovasi dan menjaga kestabilan operasional dalam menghadapi dinamika pasar global.
Dengan kebijakan pembelian kembali saham yang direvisi dan upaya untuk mengurangi ketergantungan pada satu lokasi produksi, Apple tampak bersiap untuk menavigasi masa depan yang penuh ketidakpastian.
Strategi ini tidak hanya mengurangi risiko operasional, tetapi juga menjadi landasan untuk pertumbuhan yang berkelanjutan di tengah persaingan industri teknologi global yang semakin ketat.
Langkah Apple hari ini merupakan cerminan dari adaptasi strategis dalam menghadapi tantangan pasar yang terus berubah dan menunjukkan kesiapan perusahaan untuk mempertahankan posisinya sebagai pemimpin teknologi terdepan di dunia.