Perubahan birokrasi tidak lagi cukup hanya dibangun dari atas meja. Ia menuntut aksi nyata dari setiap ASN, terutama di lingkungan Kementerian Agama. Sebab kita bukan hanya pelaksana regulasi, tetapi juga wajah nilai-nilai moral yang dijaga oleh institusi. Dan baru-baru ini, kita mendapatkan siraman hikmah yang menyentuh dari pucuk pimpinan Kementerian Agama secara langsung.
Sebagai ASN Kementerian Agama, kita bukan hanya pegawai biasa. Kita adalah cermin dari nilai-nilai luhur yang dijaga Kementerian ini. Setiap ucapan dan tindakan kita, baik di kantor maupun di luar kantor, adalah representasi dari lembaga yang membawa misi keagamaan dan kebangsaan.
Maka menjadi penting bagi kita untuk senantiasa introspeksi, bertanya: Sudahkah saya menjalankan tugas sesuai aturan, bukan sekadar formalitas?
Jika semua ASN Kemenag memiliki semangat ini, maka kita tidak hanya menjadi pelaksana tugas, tetapi juga penjaga nilai dan penggerak perubahan.
Pembinaan Penuh Hikmah
Dalam suasana hangat dan penuh motivasi, Menteri Agama Republik Indonesia, Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar, MA, hadir langsung di Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Riau untuk memberikan pembinaan kepada kita, para ASN Kemenag. Suatu momen yang tidak hanya istimewa karena kehadiran beliau, tetapi juga karena pesan-pesan beliau yang menyentuh jiwa dan membuka cakrawala batin kita sebagai abdi negara dan abdi umat.
Hari ini, saya ingin berbagi tiga pesan penting dari Pak Menteri yang layak menjadi kompas spiritual dan profesional kita sebagai ASN Kementerian Agama.
1. ASN Kemenag Harus Bercahaya Seperti Malaikat
“Menjadi ASN Kemenag hari ini seperti malaikat. Harapan masyarakat begitu tinggi. Latar belakang kita putih, setitik saja terlihat.”
Ungkapan ini menjadi pengingat bahwa tantangan kita berbeda. Kita tidak hanya diminta hadir secara administratif, tetapi juga secara akhlak dan keteladanan. ASN Kemenag berada di posisi istimewa: membawa simbol-simbol agama, nilai-nilai moral, dan menjadi rujukan perilaku, bahkan ketika menjadi imam salat atau membacakan doa dalam upacara.
Masyarakat menilai kita bukan hanya dari output kerja, tapi juga dari sikap, tutur kata, dan kepekaan sosial kita sehari-hari. Di sini, integritas bukan hanya soal tidak korupsi, tetapi juga soal membangun kepercayaan publik melalui tindakan sederhana dan tulus.
2. Kecerdasan Spiritual dan Kontekstual Jadi Modal ASN Masa Kini
Dalam pembinaannya, Pak Menteri menekankan bahwa zaman sudah berubah. Masyarakat kini tidak lagi cukup diyakinkan dengan teks formal. Mereka menilai berdasarkan konteks, narasi, dan pengalaman nyata.
“Kebenaran hari ini bukan lagi hanya soal teks, tapi juga narasi,” ujar beliau.
Sebagai ASN Kemenag, kita harus mampu menyeimbangkan antara pengetahuan normatif dan pemahaman kontekstual. Kita tidak cukup hanya menguasai regulasi dan kebijakan. Kita juga harus memahami bagaimana nilai-nilai itu diterjemahkan dalam kehidupan nyata masyarakat yang plural, dinamis, dan digital.
Kecerdasan spiritual bukan berarti menjadi alim semata, tapi bisa memahami makna kerja sebagai bentuk ibadah. Sementara kecerdasan kontekstual menuntut kita membaca zaman, beradaptasi dengan perubahan, dan tidak kaku dalam pelayanan publik.
3. Waktunya Beralih dari Regulasi ke Aksi Nyata
Pesan Pak Menteri menjadi relevan dalam konteks yang lebih luas. Hari ini, kita hidup di era dimana sistem birokrasi sudah sangat tertata. Regulasi demi regulasi telah dibuat—mulai dari Peraturan Pemerintah tentang Disiplin PNS, aturan kenaikan pangkat periodik, hingga pedoman mutasi berbasis kompetensi seperti Keputusan Sekjen Kemenag Nomor 40 Tahun 2024 tentang Pedoman Mutasi PNS pada Kementerian Agama.
Namun kenyataannya, masih ada celah antara aturan dan pelaksanaan. Disiplin belum menjadi budaya. Mutasi kadang tidak sesuai kebutuhan organisasi. Pelayanan publik kadang masih tergantung pada kepribadian, bukan sistem.
Di sinilah pentingnya beralih dari regulasi ke aksi nyata. ASN Kemenag harus bisa membuktikan bahwa aturan yang ada tidak hanya disimpan dalam laci atau dihafalkan saat ujian, tapi dijalankan dengan hati dan penuh kesadaran.
Membangun Budaya Humanis dan Berintegritas
Tantangan ASN hari ini bukan hanya administratif, tetapi juga budaya kerja. Banyak dari kita hadir secara fisik, tetapi tidak sepenuhnya hadir dalam komitmen. Padahal, ASN Kemenag diharapkan mampu menjadi teladan dalam etika kerja, loyalitas, dan pelayanan prima.
Perubahan besar selalu dimulai dari perubahan kecil. Datang tepat waktu, menyapa masyarakat dengan ramah, menyelesaikan tugas sebelum jatuh tempo, tidak bermain-main dalam mutasi atau kenaikan jabatan—semua itu adalah bentuk nyata dari integritas.
Budaya kerja yang humanis berarti memahami bahwa pekerjaan kita berdampak pada kehidupan orang lain. Dan budaya kerja yang berintegritas berarti melakukan yang benar, bahkan ketika tidak ada yang melihat.
Energi Perubahan
Pesan-pesan Pak Menteri tidak sekadar kata-kata indah. Ia adalah cermin harapan, sekaligus cambuk pengingat. Bahwa kita harus terus belajar, terus membenahi diri, dan terus bergerak dari zona nyaman menuju zona kontribusi.
Mari kita buktikan bahwa ASN Kemenag bisa menjadi teladan, baik dalam birokrasi maupun dalam kehidupan sosial. Dan mari kita jadikan regulasi sebagai pijakan, bukan sekadar pajangan. Karena sejatinya, inspirasi terbaik adalah keteladanan nyata.
Semoga kita semua termasuk golongan ASN yang tidak hanya paham aturan, tapi juga menjalankan tugas dengan penuh amanah dan rasa syukur.
Andriandi Daulay (Analis Kepegawaian Madya Kanwil Kemenag Provinsi Riau)