Dalam konteks sepak bola Argentina yang selalu menyaksikan persaingan ketat antara dua raksasa Boca Juniors dan River Plate, sebuah cerita khusus berputar di sekitar klub lain: San Lorenzo.
Inilah tim yang telah Paus Fransiskus dedikasikan sepanjang hidupnya, melampaui semua kejayaan dan kegaduhan nama-nama besar di dunia sepak bola negara Tango.
San Lorenzo bukan sekadar tim sepak bola di mata Paus Fransiskus, tetapi bagian tak terpisahkan dari kenangan masa kecilnya. Sebelum menjadi kepala Gereja Katolik, Jorge Mario Bergoglio – nama asli Paus Fransiskus – melekatkan hatinya pada warna tim sepak bola ini.
Ikatan istimewa ini bukan hanya tentang dukungan dari jauh, tetapi juga diungkapkan melalui tindakan konkret dan emosional, mulai dari mengenakan kaus tim kesayangan dengan bangga hingga ucapan selamat tulus yang dikirimkan kepada San Lorenzo selama momen puncak tim.
“Bagi saya, San Lorenzo adalah tim keluarga,” Paus Fransiskus pernah mengungkapkannya dengan emosional.
“Ayah saya bermain untuk tim basket klub tersebut. Ibu saya biasa mengajak kami ke stadion Gasometro. Saya masih ingat skuad tahun 1946, saat San Lorenzo merupakan tim yang sangat bagus.”
Hubungan dengan San Lorenzo dimulai sejak masa kecil Jorge Mario Bergoglio kecil, ketika seluruh keluarga memiliki rasa sayang khusus terhadap tim ini. Dari sore yang sibuk di stadion Gasometro hingga malam-malam menegangkan saat menyaksikan tim bermain, cinta itu merasuki jiwanya dan menjadi bagian tak terpisahkan dalam hidupnya.
Saat ia naik ke posisi tertinggi Gereja Katolik, Paus Fransiskus masih menghargai dan memelihara hubungannya dengan tim sepak bola yang menemaninya di masa mudanya.
Tahun 2014 menandai momen yang berkesan ketika San Lorenzo dinobatkan sebagai Copa Libertadores, turnamen klub paling bergengsi di Amerika Selatan. Meskipun sedang dalam kunjungan resmi ke Korea, Paus Fransiskus tidak lupa menyampaikan ucapan selamat yang hangat kepada tim kesayangannya: “Saya ingin menyampaikan ucapan selamat khusus kepada para juara Amerika, tim San Lorenzo, yang telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari identitas budaya saya.”
Kecintaan Paus terhadap sepak bola bukan hanya hasrat pribadi tetapi juga diungkapkan melalui kegiatan kemanusiaan. Contoh nyata adalah ketika ia menyelenggarakan pertandingan persahabatan antara Argentina dan AS Roma pada tahun 2016 untuk mengumpulkan dana bagi korban gempa bumi dahsyat di Amatrice.
Pertandingan tersebut mempertemukan banyak bintang cemerlang, termasuk Francesco Totti yang legendaris, yang secara mendalam menunjukkan visi Paus dalam menghubungkan sepak bola dengan kegiatan sosial yang bermakna.
Gambar ikonik yang tak terlupakan adalah saat Paus Fransiskus muncul mengenakan kaus San Lorenzo di dekat St. Peter tak lama setelah penobatannya pada tahun 2013. Kaus itu kemudian dipajang dengan bangga di museum FIFA di Zurich, menjadi satu-satunya barang dari klub Amerika Selatan yang dihormati di sana.
Dalam pertemuan dengan Lionel Messi di Vatikan, Paus Fransiskus tidak ragu memuji bakat rekan superstarnya itu, tetapi juga secara halus menyebut nama lain yang dianggapnya sebagai “yang terhebat”: “Messi tentu saja seorang pria hebat, tetapi dari ketiganya, menurut pendapat saya, yang terbaik tetaplah Pelé.” Itu adalah momen yang mengesankan antara dua ikon luar biasa, karena Paus Fransiskus menunjukkan objektivitas dan cinta yang tulus kepada para pemain hebat dalam sejarah sepakbola dunia.
Ikatan khusus antara Paus Fransiskus dan San Lorenzo melampaui semua batas waktu dan ruang. Meski menduduki posisi tertinggi di Gereja Katolik, ia tetap memendam rasa sayang pada tim sepak bola yang telah membesarkannya semasa kecil.
San Lorenzo, salah satu klub terbesar di Argentina, juga memiliki penggemar istimewa seperti Paus Fransiskus, yang selalu menjadi bagian tak terpisahkan dari sejarah dan identitas mereka.
Dengan sikap penuh kasih sayang dan ucapan selamat yang tulus, Paus Fransiskus menunjukkan bahwa hubungannya dengan San Lorenzo bukan sekadar kecintaan terhadap sepak bola, tetapi bagian mendalam dari kisah budaya dan sejarah Argentina. Buktinya, di mana pun kedudukannya di masyarakat, kecintaan terhadap sepak bola masih bisa lestari sekuat dan semurni masa awal berdirinya.