Saat ini, hampir setiap momen berharga yang kita abadikan tak lepas dari peran penting sebuah lensa, baik di smartphone maupun kamera DSLR.
Meski terlihat sederhana, lensa merupakan komponen utama yang menentukan seberapa jernih, tajam, dan artistik sebuah foto bisa dihasilkan. Pada smartphone modern, lensa didesain dalam ukuran yang sangat kecil namun mampu menangkap detail luar biasa berkat teknologi multi-lensa dan kecerdasan buatan.
Sementara itu, kamera DSLR mengandalkan lensa yang lebih besar dengan kemampuan optik presisi tinggi untuk menghasilkan gambar berkualitas profesional.
Meski berbeda bentuk dan ukuran, kedua jenis lensa ini melalui proses pembuatan yang kompleks dan penuh perhitungan demi menyempurnakan hasil tangkapan cahaya yang diubah menjadi gambar.
Proses di balik pembuatan sebuah lensa kamera ternyata melibatkan perhitungan optik yang rumit, teknik manufaktur presisi tinggi, hingga sentuhan teknologi terbaru seperti kecerdasan buatan (AI) dan material canggih.
Nah, biar paham dan tahu, berikut adalah tahapan dan proses pembuatan lensa kamera, mulai dari tahap desain hingga perakitan akhir, serta perkembangan teknologi yang kini tengah mengubah industri optik global.
Baca juga: vivo V50 Hadir dengan Fitur ZEISS Group Portrait dan Kamera Ultra Wide-Angle 50MP
Apa Itu Lensa Kamera?
Secara sederhana, lensa kamera merupakan sekumpulan elemen kaca berbentuk khusus yang ditempatkan di dalam tabung silinder.
Fungsinya untuk mengumpulkan dan mengarahkan cahaya ke sensor gambar atau film di dalam kamera, sehingga menghasilkan gambar yang jelas dan fokus.
Selain itu, lensa kamera juga mengatur intensitas cahaya melalui aperture yang dapat disesuaikan, yang diatur menggunakan bilah-bilah diafragma.
Ukuran focal length menentukan sudut pandang kamera. Semakin pendek focal length, semakin lebar area yang dapat ditangkap. Sebaliknya, focal length yang lebih panjang memberikan tampilan yang lebih sempit dan mendekatkan objek.
Aperture pun berpengaruh terhadap efek depth of field, di mana aperture besar menghasilkan latar belakang blur yang dramatis, sementara aperture kecil membuat gambar tetap tajam dari depan hingga belakang.
Proses Desain Lensa Kamera
Desain lensa kamera bukan pekerjaan sederhana. Para desainer harus menghitung secara presisi kelengkungan permukaan lensa, ketebalan elemen, ruang udara antar elemen, hingga sifat optik material yang digunakan.
Tujuannya agar semua sinar cahaya dari suatu titik objek bisa bertemu di satu titik gambar tanpa menghasilkan distorsi atau aberasi.
Prinsip yang digunakan dalam desain optik ini berpegang pada hukum Snell, di mana cahaya diperlakukan sebagai sinar yang bergerak lurus di medium homogen, dan akan dibiaskan saat melewati batas antar material dengan indeks bias berbeda.
Karena itulah, bentuk lensa biasanya dibuat cembung atau cekung untuk mengatur jalur cahaya agar bisa difokuskan ke titik yang diinginkan.
Untuk mengatasi gangguan optik seperti aberasi kromatik atau astigmatisme, lensa tidak hanya menggunakan satu elemen, melainkan beberapa elemen yang disusun dalam konfigurasi doublet, triplet, atau bahkan sistem simetris.
Susunan ini bertujuan menyeimbangkan kekuatan optik antar elemen dan meminimalkan distorsi.
Material Lensa Kamera: Dari Kaca hingga Resin Optik
Hingga saat ini, kaca masih menjadi material utama dalam pembuatan lensa kamera. Kaca optik memiliki indeks bias tinggi, dispersi rendah, dan ketahanan yang baik terhadap goresan serta perubahan lingkungan.
Seiring perkembangan teknologi, jenis kaca optik pun semakin beragam. Selain kaca crown dan flint, kini banyak digunakan kaca dopan lantanum, fluoride, hingga fluorosilikat untuk menghasilkan performa optik yang lebih baik.
Di samping kaca, plastik dan resin optik juga mulai dipakai, terutama untuk elemen asferis atau komponen dalam lensa. Material ini lebih mudah dibentuk ke geometri kompleks, namun umumnya hanya digunakan di bagian dalam karena lebih rentan terhadap goresan.
Proses Manufaktur Lensa Kamera
Pembuatan lensa dimulai dengan pemrosesan material mentah untuk menghilangkan kotoran seperti zat besi. Campuran ini kemudian dilelehkan pada suhu di atas 1500°C dan diaduk agar komposisinya merata.
Baca juga: vivo X200 Ultra Tampil Beda! Kamera Keempatnya Bisa Dilepas, Zoom Hingga 1600mm!
Setelah didinginkan perlahan, kaca dipotong dan digiling hingga mencapai ketebalan yang mendekati spesifikasi.
Proses grinding awal menggunakan batu berlian untuk membentuk kelengkungan dasar lensa. Setelah itu, dilakukan fine grinding dan polishing dengan slurry oksida cerium hingga permukaannya benar-benar halus dalam skala sub-mikron.
Tahap ini sangat penting, karena ketidaksempurnaan sekecil apa pun bisa mempengaruhi hasil gambar. Setelah dipoles, lensa dibersihkan secara ultrasonik lalu diperiksa dengan laser untuk memastikan dimensi dan kualitas permukaannya sesuai standar.
Proses selanjutnya adalah pelapisan anti-reflective, biasanya menggunakan magnesium fluoride yang diuapkan pada suhu 300°C dalam ruang hampa.
Perakitan dan Pengujian Akhir
Tahap perakitan melibatkan penyusunan beberapa elemen lensa ke dalam barrel menggunakan cincin penjepit atau perekat khusus. Beberapa elemen bahkan harus disemen dalam ruang bebas debu menggunakan balsam optik.

Setelah semua terpasang, ditambahkan komponen mekanis seperti ring fokus dan sistem stabilisasi gambar.
Sebelum dipasarkan, lensa harus melalui berbagai pengujian ketat, mulai dari pengujian sinar axial dan oblique, hingga pemeriksaan dengan interferometer dan autocollimator.
Meski demikian, lensa kelas konsumen dengan harga lebih terjangkau biasanya memiliki toleransi manufaktur yang lebih longgar dibanding lensa profesional.
Inovasi Terbaru dalam Industri Lensa Kamera
Teknologi AI kini mulai diterapkan dalam desain lensa. Peneliti di King Abdullah University of Science and Technology mengembangkan DeepLens, sebuah sistem AI yang dapat merancang lensa secara otomatis tanpa campur tangan manusia.
Dengan metode curriculum learning, AI ini mampu menyelesaikan tantangan desain optik secara bertahap, dari resolusi hingga aperture.
Selain itu, peneliti di Stanford University dan Korea Institute of Science and Technology menciptakan lensa metasurface ultra-tipis setebal 0,7 mm. Teknologi ini berpotensi menghilangkan tonjolan kamera di smartphone dan perangkat AR/VR.
Di sisi material, material chalcogenide kini mulai dikembangkan sebagai pengganti germanium, material optik premium yang harganya kian mahal akibat pembatasan ekspor.
Chalcogenide menawarkan performa baik untuk imaging di kondisi berkabut, debu, hingga infrared, sekaligus memberikan fleksibilitas desain dan stabilitas rantai pasokan.
Seiring berkembangnya AI dan material baru, industri lensa diprediksi akan semakin efisien dan mampu menghasilkan perangkat optik yang lebih tipis, presisi, dan canggih untuk berbagai kebutuhan, mulai dari fotografi profesional, smartphone, hingga perangkat augmented reality.