FGD Pengembangan Ekosistem Hutan
Jakarta (Kemenag) — Kementerian Agama (Kemenag) bersama organisasi Muslims for Shared Action on Climate Impact (MOSAIC), dan nazir di empat titik Kota Wakaf menggagas pengembangan hutan wakaf sebagai bentuk kontribusi terhadap pelestarian lingkungan.
Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam (Bimas Islam) Abu Rokhmad mengungkapkan pentingnya membangun kesadaran ekologis berbasis nilai-nilai agama. Menurutnya, konsep kesadaran ekologis telah lama menjadi bagian dari ajaran Islam. Surat Al-Baqarah ayat 30, dikatakannya, menjelaskan bahwa manusia diberi amanah untuk menjaga keseimbangan ekosistem alam.
“Kini saatnya membuktikan bahwa agama bisa menjadi bahasa universal dalam merespons krisis lingkungan,” ujar Abu saat memberi sambutan pada kegiatan Focus Group Discussion bertajuk “Pengembangan Ekosistem Hutan Wakaf dan Wakaf Hutan di Indonesia”di Jakarta, Senin (21/4/2025).
Sebelumnya, Kemenag telah melakukan Roadshow Wakaf Hutan pada Maret 2025 di empat kota yang ditetapkan sebagai Kota Wakaf, yaitu Wajo, Gunungkidul, Tasikmalaya, dan Padang. Roadshow tersebut tak hanya bertujuan menyosialisasikan konsep wakaf hutan, tetapi juga menggelar lokakarya bersama para nazir dan pemangku kepentingan lokal. Tujuannya adalah mengukur kesiapan serta kesediaan mereka dalam mengembangkan lahan wakaf menjadi kawasan konservasi.
Dari hasil kegiatan itu, sejumlah nazir menyatakan komitmennya untuk menyediakan lahan wakaf. Tercatat, terdapat potensi lahan wakaf sebesar 5 hektare di Wajo, 15 hektare di Gunungkidul, dan 10 hektare di Tasikmalaya yang siap dikembangkan sebagai hutan wakaf. Selain itu, dua titik Kota Wakaf lainnya yaitu Aceh Tengah dan Siak, tengah dalam proses persiapan turut serta dalam pengembangan hutan wakaf.
Langkah ini diperkuat dengan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) antara MOSAIC, Yayasan Hutan Wakaf Bogor, Kemenag, dan BWI setempat. Kesepakatan ini menjadi pijakan awal kolaborasi lintas lembaga untuk membangun ekosistem hutan wakaf secara lebih luas dan terstruktur.
“Bimas Islam memiliki mitra kerja yang sangat heterogen, mulai dari BAZNAS, LKS PWU, BWI, pemerintah daerah, hingga perguruan tinggi. Kolaborasi ini tidak dibangun berdasarkan struktur formal, melainkan dilandasi ketulusan dan semangat kesukarelaan,” ungkap Abu.
Tidak hanya terbatas pada aset tanah, Abu menyebut, program Hutan Wakaf sebagai bentuk wakaf baru yang disebut sebagai wakaf oksigen, konsep yang menegaskan pentingnya pohon sebagai sumber kehidupan. Ia meyakini, meskipun jumlah pegiat kesadaran ekoteologi masih terbatas, dampaknya bisa sangat luas apabila para nazir dapat memainkan perannya secara aktif.
“Kemenag berbicara tentang hutan memang terdengar tidak biasa, karena publik lebih mengenal kita dari urusan pernikahan, zakat, pesantren, dan sebagainya. Namun isu lingkungan ini tidak bisa kami abaikan,” pungkasnya.
Wcp/Mr