Google kini menjadi fokus dalam gugatan class action baru di Inggris Raya yang mengklaim penyalahgunaan dominasinya di pasar iklan pencarian daring. Para penggugat menuntut ganti rugi hingga £5 miliar akibat tuduhan bahwa Google membatasi akses mesin pencari pesaing untuk memperkuat posisi dominannya dan menaikkan harga iklan.
Gugatan hukum ini diajukan pada hari Rabu di Pengadilan Banding Persaingan Usaha Inggris dan mengungkap praktik yang dianggap tidak adil oleh ribuan organisasi yang mengandalkan platform iklan Google.
Dilansir dari Techcrunch, Senin (21/4/2025), gugatan ini dipimpin oleh akademisi hukum persaingan usaha Or Brook dan diwakili oleh firma hukum Geradin Partners. Kasus tersebut mencakup ratusan ribu organisasi yang beroperasi di Inggris dan menggunakan layanan iklan pencarian Google sejak 1 Januari 2011 hingga saat gugatan diajukan.
Menurut para penggugat, dominasi Google di pasar iklan pencarian membuat bisnis, baik besar maupun kecil, hampir tidak memiliki pilihan lain untuk mempromosikan produk atau layanan mereka secara efektif. Hal ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan regulator global mengenai praktik monopoli yang menghambat persaingan secara sehat.
“Saat ini, bisnis dan organisasi di Inggris hampir tidak punya pilihan selain menggunakan iklan Google untuk mengiklankan produk mereka,” tulir Or Brook.
Pernyataan ini menegaskan posisi Google sebagai pemegang kendali utama yang memberikan visibilitas tinggi kepada pengiklan, sehingga kehadirannya di halaman teratas mesin pencari menjadi sangat krusial.
Brook juga menambahkan bahwa dengan mengenakan biaya yang berlebihan kepada pengiklan, Google dinilai telah secara sistematis mengeksploitasi posisinya di pasar pencarian dan iklan daring, yang pada akhirnya merugikan para pengiklan dan pengguna.
Sementara itu, Google membantah semua tuduhan dalam gugatan tersebut dan menggambarkannya sebagai “kasus spekulatif dan oportunistik lainnya.” Seorang juru bicara Google menyatakan bahwa konsumen serta pengiklan memilih Google karena keunggulan teknologi dan inovasi yang ditawarkan, bukan karena mereka terpaksa menggunakan platform tersebut.
Google berkomitmen untuk menentang klaim gugatan dengan tegas dan mempertahankan sistem layanannya yang selama ini diakui memberikan solusi efektif bagi bisnis di seluruh dunia.
Dukungan data dalam gugatan ini diperoleh dari studi tahun 2020 yang dilakukan oleh Competition and Markets Authority (CMA) Inggris Raya. Studi tersebut mengungkapkan bahwa Google menyumbang sekitar 90% dari semua pendapatan pasar iklan pencarian, sebuah angka yang menyoroti dominasi perusahaan dalam sektor tersebut.
Gugatan tersebut juga mencatat strategi bisnis Google, seperti perjanjian eksklusif dengan produsen perangkat dan kesepakatan untuk memasang Google Search secara default pada perangkat seperti Chrome dan Safari, guna mempertahankan posisinya di pasar.
Bahkan, alat iklan Google, Search Ads 360, diklaim menawarkan fungsionalitas yang lebih unggul dibandingkan dengan layanan pesaing, sehingga semakin menghambat persaingan yang sehat.
Kasus ini merupakan bagian dari tantangan hukum yang semakin menimpa perusahaan teknologi besar asal Amerika Serikat. Selain gugatan class action terhadap Google, perusahaan tersebut juga tengah mengajukan banding atas denda sebesar €4,3 miliar yang dikenakan oleh Uni Eropa terkait praktik anti persaingan pada sistem operasinya, Android.
Di sisi lain, raksasa teknologi lain seperti Meta di Amerika Serikat dan Microsoft di Inggris juga tengah menghadapi gugatan hukum serupa, menuntut keadilan dan transparansi dalam pasar digital. Persaingan yang semakin ketat ini menandai era baru di mana regulasi anti-monopoli semakin diperketat di seluruh dunia.