Dirjen Bimas Islam Abu Rokhmad
Selepas perayaan Lebaran 2025, pemandangan unik menghiasi akhir pekan di berbagai penjuru Indonesia. Calon jemaah haji, berpakaian serba putih, berbondong-bondong menuju Kantor Urusan Agama (KUA) untuk mengikuti bimbingan manasik haji. Dari 221.000 kuota haji Indonesia, 92% di antaranya atau sebanyak 203.320 adalah jemaah haji reguler yang wajib mengikuti manasik. Ini menegaskan peran krusial KUA dalam mempersiapkan jemaah haji.
Selama ini, KUA seringkali hanya diidentikkan dengan pencatatan nikah. Padahal, fungsinya jauh lebih luas. Sebagai pusat layanan masyarakat terdekat, KUA memiliki beragam tugas, termasuk layanan halal dan layanan keagamaan lainnya. Salah satu yang terpenting adalah pelayanan haji, yang diatur dalam Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 34 Tahun 2006.
Tugas KUA dalam pelayanan haji tidaklah sederhana. Mereka harus memberikan informasi lengkap, membantu pelunasan biaya, memastikan istitha’ah, serta mengawal proses pemberangkatan dan pemulangan jemaah. Tantangan muncul ketika jemaah tinggal di daerah terpencil, sulit dijangkau, atau mengalami perubahan status kependudukan. Namun, KUA harus tetap memastikan semua informasi sampai kepada jemaah, memberikan bimbingan manasik, dan layanan administratif, meskipun dalam kondisi yang tidak ideal.
Meskipun KUA berada di bawah Direktorat Jenderal Bimas Islam, sementara haji di bawah Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah, kontribusi KUA dalam pelayanan haji sangatlah signifikan dan seringkali terlupakan.
Menghantar Kemabruran Jemaah
Haji adalah ibadah istimewa yang membutuhkan persiapan matang. Mengingat sebagian besar jemaah baru pertama kali menunaikan haji, bimbingan manasik menjadi sangat penting. Tujuannya adalah memastikan ibadah haji berjalan lancar, sesuai rukun, wajib, dan sunnah, serta meraih predikat mabrur.
Pemerintah, melalui KUA, memfasilitasi bimbingan manasik haji. Di Pulau Jawa, jemaah mengikuti delapan kali manasik, enam di antaranya diselenggarakan oleh KUA. Di luar Jawa, jemaah mengikuti sepuluh kali manasik, delapan di antaranya oleh KUA. Selain itu, jemaah juga dapat mengikuti manasik yang diselenggarakan oleh Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH).
Dalam manasik, jemaah dibekali pengetahuan tentang rangkaian ibadah haji, larangan-larangan, tata cara di pesawat, hingga filosofi haji. Haji bukan sekadar ritual, tetapi juga perjalanan spiritual yang mengandung makna mendalam.
Setiap ibadah, termasuk haji, bertujuan untuk mensucikan diri (tazkiyat al-nafs). Rangkaian ibadah haji merefleksikan perjuangan Nabi Ibrahim AS dan keluarga dalam menegakkan kebenaran (al-haq) melawan kebatilan (al-bathil).
Tawaf mengelilingi Ka’bah melambangkan tauhid, yaitu mengesakan Allah SWT. Sa’i antara Safa dan Marwah mengajarkan pentingnya perjuangan dan ikhtiar. Melempar jumrah dan berkurban menyimbolkan penolakan terhadap hawa nafsu. Wukuf di Arafah mengajak jemaah untuk mengenal diri sendiri, sebagai jalan untuk mengenal Tuhan (man ‘arafa nafsah faqad ‘arafa rabbah).
Melalui ibadah, zikir, dan membaca Al-Qur’an, jemaah berusaha mendekatkan diri kepada Allah SWT. Setelah rangkaian ibadah ini, diharapkan lahir jemaah haji mabrur yang bermanfaat bagi sesama.
KUA memikul tugas mulia dalam melayani jemaah haji, sejak persiapan hingga kepulangan. Peran mereka sangatlah penting dalam memastikan jemaah haji dapat melaksanakan ibadah dengan baik dan meraih haji mabrur.
Penulis: Abu Rokhmad (Dirjen Bimas Islam Kemenag RI)