Peserta Perkemahan Penyuluh Lintas Agama tampak mengenakan berbagai baju daerah di Lampung, Jumat (12/9/2025).
Bandar Lampung (Kemenag) — Di lembah yang teduh, diapit bukit hijau dengan aliran sungai yang tenang di Provinsi Lampung, Perkemahan Penyuluh Lintas Agama dibuka Menteri Agama Nasaruddin Umar. Alam yang sejuk seakan berpadu dengan semangat para peserta dari IPARI (Ikatan Penyuluh Agama Republik Indonesia) yang mengenakan baju adat Nusantara — dari tenun Flores, songket Palembang, batik Jawa, hingga sulam Minang — memantulkan keindahan keberagaman di ruang terbuka.
Bunyi gong yang dipukul Menag menggema di udara, menjadi tanda dimulainya perkemahan. Suara itu bukan sekadar denting, melainkan panggilan untuk menjadikan momen ini ruang dialog, refleksi, dan pembaruan komitmen kebersamaan.
“Mari kita jadikan alam ini saksi bahwa kerukunan bukan hanya kata, tapi nyata dalam tindakan sehari-hari,” ucap Menag di panggung alam, Jumat (12/9/2025).
Ia menegaskan, peran penyuluh agama jauh melampaui ceramah. “Kalian adalah duta perdamaian. Saat turun ke masyarakat, jagalah nilai kerukunan sebagai pondasi bangsa,” pesannya.
Selain pesan tentang persatuan, Menag membawa kabar gembira bagi ekonomi umat. Ia menyalurkan bantuan modal usaha berbasis KUA senilai lima juta rupiah untuk lima pelaku UMKM: penjahit, pengrajin sulam, penjual kue dan katering, pedagang kemplang, serta penjual susu kambing etawa. Bantuan itu langsung dilipatgandakan oleh Ketua Umum KADIN, Anindya Novyan Bakrie, sehingga setiap penerima memperoleh 10 juta rupiah.
“Ekonomi umat harus mandiri. Kita tidak hanya menjaga hati dan iman, tapi juga memberi daya agar hidup lebih sejahtera,” tegas Menag. Bantuan ini, lanjutnya, diharapkan menjadi pemicu semangat agar umat bangkit melalui usaha sendiri dan kebersamaan.
Perkemahan ini pun hadir sebagai ruang perjumpaan. Para penyuluh dari beragam budaya saling berbagi kisah, mengenakan pakaian adat, hingga bersama menapaki sungai yang dingin. Di sini mereka belajar bahwa kerukunan bukan hanya antarumat beragama, melainkan juga dengan sesama manusia, alam, dan Tuhan.
Ketika gong kembali dipukul Menag, gaungnya melintas di lembah, menjadi panggilan simbolik sekaligus nyata. Panggilan bagi setiap penyuluh agama untuk menjaga kerukunan bangsa, melangkah sebagai duta perdamaian di tengah masyarakat.