Di tengah persaingan sengit dunia prosesor, Intel kembali mengguncang lanskap teknologi dengan paten terbarunya: Software Defined Supercore (SDC). Teknologi ini menjanjikan pendekatan revolusioner dalam meningkatkan kinerja single-thread tanpa harus membangun inti CPU yang lebih besar atau menaikkan kecepatan clock secara ekstrem.
Dikutip dari Tom’s Hardware, Rabu (3/9/2025), dengan menggabungkan beberapa inti fisik menjadi satu inti virtual ultra-lebar, SDC membuka jalan baru bagi efisiensi dan performa yang selama ini sulit dicapai oleh arsitektur x86 konvensional.
Konsep SDC bekerja dengan cara membagi instruksi dari satu thread menjadi beberapa blok yang dapat dieksekusi secara paralel oleh dua atau lebih inti CPU. Setiap inti menangani bagian program yang berbeda, sementara sistem sinkronisasi dan transfer data khusus memastikan bahwa urutan eksekusi tetap konsisten dengan program asli.
Hasilnya adalah peningkatan Instructions per Clock (IPC) yang signifikan, tanpa harus mengorbankan ruang die atau konsumsi daya secara berlebihan.
Selama bertahun-tahun, prosesor x86 modern telah berjuang untuk menyaingi performa single-thread dari chip berbasis Arm milik Apple, seperti Firestorm dan Avalanche. Chip Apple mampu mendekode hingga delapan instruksi per siklus dan mengeksekusi lebih dari sepuluh mikro-op dalam kondisi ideal, menjadikannya unggul dalam efisiensi dan daya.
Sebaliknya, CPU x86 biasanya hanya mencapai 2–4 IPC berkelanjutan dalam skenario dunia nyata, membuat pendekatan tradisional seperti superskalar 8-arah menjadi kurang efektif dan mahal secara teknis.
SDC hadir sebagai solusi cerdas atas keterbatasan tersebut. Alih-alih membangun inti monolitik yang lebar, Intel mengusulkan untuk menggabungkan dua unit 4-lebar agar bekerja sebagai satu kesatuan. Pendekatan ini tidak hanya lebih hemat ruang dan daya, tetapi juga memungkinkan fleksibilitas arsitektur yang lebih tinggi.
Di sisi perangkat keras, setiap inti dilengkapi dengan modul kecil yang mengelola sinkronisasi, transfer register, dan pengurutan memori melalui ruang alamat khusus yang disebut wormhole. Modul ini memastikan bahwa instruksi dari berbagai inti tetap berjalan dalam urutan yang benar, baik pada mesin eksekusi berurutan maupun tidak berurutan.
Dari sisi perangkat lunak, SDC mengandalkan kompiler JIT, kompiler statis, atau instrumentasi biner untuk membagi program berulir tunggal menjadi segmen-segmen kode yang dapat dijalankan secara paralel. Instruksi khusus disuntikkan untuk mengatur kontrol aliran, sinkronisasi, dan penerusan register, memungkinkan perangkat keras menjaga integritas eksekusi.
Sistem operasi juga memainkan peran penting, karena OS harus mampu memutuskan secara dinamis kapan thread perlu dimigrasikan ke mode supercore berdasarkan kondisi runtime dan ketersediaan inti.
Meski masih dalam tahap paten dan belum ada estimasi performa numerik resmi, Intel menyiratkan bahwa dua inti sempit yang digabungkan secara cerdas dapat mendekati performa inti lebar dalam skenario tertentu.
Jika berhasil diimplementasikan, teknologi ini bisa menjadi lompatan besar dalam desain CPU modern, menawarkan performa tinggi tanpa harus mengorbankan efisiensi daya atau kompleksitas manufaktur.
Dengan SDC, Intel tampaknya tidak hanya mengejar performa, tetapi juga mencoba mendefinisikan ulang cara kita memahami arsitektur prosesor. Di tengah tantangan industri dan tekanan kompetitif, langkah ini bisa menjadi titik balik yang menentukan arah evolusi CPU di masa depan.