Menteri Komunikasi dan Digital (Komdigi) Meutya Hafid menegaskan bahwa ketersediaan infrastruktur konektivitas di wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) termasuk Papua bukan hanya soal pemerataan akses teknologi, tetapi juga bagian integral dari strategi pertahanan nasional.
Pernyataan ini disampaikan dalam forum Pembekalan Perwira Siswa Pendidikan Reguler (Pasis Dikreg) LXVI Seskoad TA 2025 yang digelar di Bandung, menyoroti urgensi sinergi antara Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) dan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam menjaga kedaulatan digital Indonesia.
Meutya mengungkapkan bahwa kolaborasi antara Kemkomdigi dan TNI telah berhasil menghubungkan berbagai wilayah terpencil di Papua dengan jaringan digital yang stabil dan aman.
Menurutnya, pembangunan konektivitas di daerah 3T tidak bisa dilakukan secara parsial, melainkan harus melibatkan pendekatan strategis dan pengamanan yang menyeluruh. Dalam hal ini, TNI berperan penting dalam menentukan titik-titik prioritas yang membutuhkan konektivitas serta memastikan infrastruktur digital tetap terlindungi dari potensi gangguan.
“Pembangunan konektivitas di Papua adalah hasil kerja sama erat antara Kemkomdigi dan TNI, khususnya mereka yang bertugas langsung di lapangan. Ini adalah contoh nyata kolaborasi yang akan terus kami lanjutkan,” ujar Meutya.
Lebih jauh, Meutya menyoroti bahwa dinamika geopolitik global saat ini telah memunculkan bentuk-bentuk konflik baru yang tak hanya bersifat fisik, tetapi juga digital. Ia menyebut bahwa perang di dunia maya kini menjadi ancaman nyata yang harus diantisipasi dengan pendekatan lintas sektor.
“Konflik geopolitik modern tidak hanya terjadi di medan tempur fisik, tetapi juga dalam bentuk serangan digital. Ini menggambarkan betapa pentingnya membangun sistem pertahanan digital yang tangguh,” tegas Meutya.
Meutya menambahkan bahwa tantangan pertahanan digital kini semakin kompleks, terutama dengan masuknya layanan konektivitas satelit Low Earth Orbit (LEO) dari perusahaan asing ke Indonesia. Selain itu, arus data lintas batas negara yang semakin deras juga berpotensi menimbulkan risiko terhadap keamanan nasional jika tidak dikawal dengan strategi yang tepat.
Selain itu, pengawasan terhadap digitalisasi tidak cukup hanya dilakukan oleh para ahli teknologi informasi, tetapi juga harus melibatkan pakar strategi pertahanan. Menurutnya, pendekatan multidisiplin sangat diperlukan untuk memastikan bahwa transformasi digital berjalan seiring dengan penguatan kedaulatan negara.
“Digitalisasi harus dikawal oleh mereka yang memahami lanskap teknologi sekaligus strategi pertahanan. Ini bukan hanya soal inovasi, tapi juga soal menjaga integritas bangsa,” ujarnya.
Di tengah derasnya arus informasi, Meutya juga menyoroti bahaya penyebaran hoaks yang dapat mengganggu stabilitas sosial dan keamanan negara. Ia menyebut bahwa peran TNI sangat dibutuhkan untuk membantu menangkal isu-isu yang bersifat provokatif dan merusak tatanan masyarakat.
Dengan berbagai tantangan yang dihadapi, Meutya Hafid menegaskan bahwa pembangunan konektivitas di wilayah 3T adalah langkah strategis yang harus terus diperkuat. Kolaborasi antara Kemkomdigi dan TNI menjadi fondasi penting dalam menciptakan ruang digital yang aman, inklusif, dan berdaulat.
Di tengah perubahan global yang cepat, Indonesia harus mampu menjaga kedaulatan digitalnya dengan pendekatan yang holistik dan berkelanjutan karena di era digital, pertahanan negara dimulai dari koneksi yang kuat.