Pemerintah Australia resmi memperluas larangan penggunaan media sosial untuk anak di bawah usia 16 tahun, dengan menambahkan YouTube ke dalam daftar platform yang diblokir bagi remaja.
Keputusan ini mengakhiri pengecualian sebelumnya terhadap situs milik Alphabet tersebut dan sekaligus membuka kemungkinan pertarungan hukum dengan raksasa teknologi global itu.
Langkah ini diumumkan Perdana Menteri Anthony Albanese pada Rabu (30/7) sebagai respons atas kekhawatiran meningkatnya paparan konten berbahaya bagi anak-anak Australia. Dalam pernyataannya, Albanese menegaskan komitmen pemerintah untuk melindungi generasi muda dari dampak negatif platform digital.
“Saya menyatakan waktunya sudah habis. Anak-anak Australia terkena dampak buruk dari platform daring. Kami di sini mendukung para orang tua,” tegas Albanese, seperti dilansir dari Reuters.
Larangan ini akan berlaku efektif mulai Desember 2025. Sebelumnya, YouTube dikecualikan dari daftar karena dianggap memiliki nilai edukatif dan populer di kalangan guru.
Namun, laporan terbaru dari regulator internet Australia menunjukkan bahwa 37% remaja melaporkan menemukan konten merugikan di YouTube, angka tertinggi di antara semua platform media sosial.
Merespons keputusan tersebut, pihak YouTube menyatakan keberatan dan mempertahankan posisinya bahwa platform mereka seharusnya tidak diklasifikasikan sebagai media sosial.
“YouTube adalah platform berbagi video, bukan media sosial,” ujar juru bicara YouTube melalui surel. “Kontennya berkualitas tinggi, gratis, dan semakin banyak diakses lewat layar televisi.”
Namun, pihak-pihak yang terkena dampak larangan seperti Facebook, Instagram (Meta), Snapchat, dan TikTok menyatakan keberatan atas pengecualian YouTube sebelumnya, dengan menilai bahwa platform tersebut memiliki fitur interaktif serupa, termasuk algoritma rekomendasi dan ruang komentar.
Asosiasi Kepala Sekolah Dasar Australia menyambut baik larangan tersebut. Presiden organisasi tersebut, Angela Falkenberg, menyatakan bahwa guru selalu memiliki peran sebagai kurator konten dan akan tetap bijak dalam memilih materi untuk murid.
Sementara itu, pakar keamanan siber dari Arctic Wolf, Adam Marre, menyebut langkah Australia sebagai tindakan penting untuk menahan dominasi Big Tech dan melindungi anak-anak dari penyebaran disinformasi yang diperparah oleh kecerdasan buatan.
Pemerintah pun tak gentar menghadapi potensi gugatan dari YouTube. Menteri Komunikasi Anika Wells menegaskan tidak akan mundur meski ada ancaman hukum dari raksasa teknologi tersebut.
“Saya tidak akan diintimidasi oleh ancaman hukum ketika ini adalah perjuangan nyata demi kesejahteraan anak-anak Australia,” tegas Wells di parlemen.
Larangan ini akan mengharuskan platform digital untuk mengambil langkah yang “masuk akal” dalam mencegah akses bagi pengguna berusia di bawah 16 tahun. Pelanggaran terhadap ketentuan ini dapat dikenakan denda hingga A$49,5 juta (sekitar Rp 500 miliar).
Pemerintah saat ini tengah menunggu laporan hasil uji coba sistem verifikasi usia yang dijadwalkan rampung bulan ini. Hasil tersebut akan menjadi acuan utama dalam penegakan regulasi ke depan.
Dengan kebijakan baru ini, Australia sekali lagi memposisikan diri di garis depan dalam upaya global mengendalikan dampak negatif media sosial terhadap anak-anak, sambil menantang dominasi perusahaan teknologi besar di ranah publik.