Muzakarah Falak Peringkat MABIMS
Negeri Sembilan (Kemenag) —- Muzakarah Falak Peringkat MABIMS (Menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Singapura) 2025 yang digelar di Malaysia, menghasilkan delapan resolusi terkait penguatan kerja sama ilmu falak di Asia Tenggara. Dalam forum yang berlangsung 22–25 Juli 2025 itu, Indonesia ditunjuk sebagai tuan rumah muzakarah sekaligus bimbingan teknis hisab rukyat MABIMS pada 2026.
Direktur Urusan Agama Islam dan Bina Syariah Kementerian Agama, Arsad Hidayat, yang hadir sebagai delegasi Indonesia, mengatakan bahwa resolusi ini menjadi tonggak penting dalam harmonisasi penentuan awal bulan hijriah di antara negara anggota.
“Delapan resolusi yang disepakati bukan hanya rekomendasi teknis, tetapi komitmen kolektif untuk memperkuat standar ilmiah dan syariat dalam penetapan kalender hijriah,” ujarnya.
Arsad menjelaskan, salah satu poin utama adalah kesepakatan untuk tetap menggunakan Kriteria Imkanur Rukyat MABIMS, yaitu ketinggian hilal minimal 3 derajat dengan jarak lengkung 6,4 derajat, sebagai acuan bersama. Bahkan, kriteria ini diusulkan sebagai kandidat standar global dalam penyusunan takwim hijriah dunia.
Forum juga merekomendasikan agar MyRukyah Hilal Kebangsaan (MyRHK) dijadikan basis data bersama bagi seluruh anggota MABIMS. “Dengan platform ini, data rukyat dari masing-masing negara dapat dikompilasi secara sistematis dan transparan untuk saling diverifikasi,” jelasnya.
Menurut Arsad, resolusi lainnya mencakup pembolehan penggunaan teknologi pengimejan dalam mengonfirmasi kenampakan hilal. Namun, penerapannya harus tetap memenuhi prinsip kehati-hatian dan mengikuti kriteria imkanur rukyat yang berlaku.
Forum juga mendorong penelitian lanjutan terkait pendekatan toposentrik dan geosentrik dalam pengukuran elongasi hilal. “Hal ini akan meningkatkan akurasi hisab sehingga lebih presisi dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah,” kata Arsad.
Selain aspek teknis, Arsad menilai resolusi ini membuka peluang kolaborasi lebih luas, mulai dari pelatihan, seminar, hingga pengembangan riset antarnegara. “Ini langkah strategis untuk memperkuat kapasitas sumber daya ahli falak di negara MABIMS sekaligus mempersempit jarak perbedaan penetapan awal bulan,” tambahnya.
Ia mengungkapkan, Indonesia siap mengemban amanah sebagai tuan rumah muzakarah falak dan bimbingan teknis hisab rukyat MABIMS pada 2026. “Indonesia memiliki pengalaman panjang dalam integrasi hisab dan rukyat. Ini momentum berbagi praktik baik kepada sesama anggota MABIMS,” ujarnya.
Sementara itu, Kasubdit Hisab Rukyat dan Syariah, Ismail Fahmi, menjelaskan lebih detail aspek teknis dari resolusi yang dihasilkan. Salah satu poin penting, kata dia, adalah optimalisasi pemanfaatan MyRukyah Hilal Kebangsaan sebagai pusat pengumpulan data hilal regional.
“Dengan sistem ini, titik rukyat di berbagai negara akan terhubung dalam satu jaringan database. Hasil pengamatan bisa diakses dan dibandingkan, sehingga memperkuat akurasi verifikasi ilmiah,” ungkapnya.
Ismail juga mengungkapkan perlunya kajian mendalam mengenai teknik pengimejan hilal, terutama pada kondisi di bawah kriteria imkanur rukyat. “Resolusi ini membuka peluang riset lanjutan, misalnya bagaimana pengimejan dapat membantu mendeteksi hilal yang sangat tipis tanpa menyalahi prinsip rukyat syar’i,” jelasnya.
Selain itu, ia menyebut pengukuran elongasi hilal dengan pendekatan toposentrik dan geosentrik akan menjadi bahan penelitian bersama. “Perbedaan kedua pendekatan ini cukup signifikan pada hasil hisab. Kajian bersama akan membantu menyempurnakan metode yang digunakan,” imbuhnya.
Ismail menambahkan, resolusi juga menekankan pentingnya penguatan kompetensi ahli falak melalui kerja sama lintas negara. “Bukan hanya pertukaran data, tapi juga bimbingan teknis, workshop, dan standardisasi metode perhitungan. Ini akan mengurangi disparitas pengetahuan antarnegara MABIMS,” katanya.
Ia berharap hasil muzakarah ini menjadi fondasi kuat bagi pengembangan ilmu falak yang lebih modern namun tetap berpijak pada syariat. “Dengan sinergi ini, kita bisa mengelola perbedaan penetapan awal bulan secara lebih ilmiah, arif, dan harmonis,” pungkasnya.
(An/Mr)