Jakarta (Kemenag) — Menteri Agama Nasaruddin Umar mengajak Lembaga Pendidikan (LP) Ma’arif Nahdlatul Ulama untuk lebih proaktif menyikapi arah baru pembangunan pendidikan nasional di bawah pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
Hal ini disampaikan Menag pada Rapat Koordinasi Nasional LP Ma’arif NU bertema “Konsolidasi Nasional Pendidikan Ma’arif NU, Meneguhkan Jati Diri, Memajukan Negeri”, di Luminor Pecenongan, Rabu (9/7/2025).
“Presiden kita sekarang ini betul-betul sangat concern dengan masalah pendidikan. Saya belajar dari belakang, belum pernah saya melihat presiden yang sedemikian besar energinya memberikan perhatian khusus terhadap dunia pendidikan. Pak Prabowo ini prioritasnya adalah pendidikan,” ujar Menag.
Menag mengungkapkan, perhatian besar Presiden Prabowo antara lain tercermin dalam gagasan pendirian Sekolah Rakyat bagi anak-anak dari keluarga miskin mutlak. Saat ini terdapat sekitar 20 ribu anak miskin yang tidak bisa bersekolah karena keterbatasan ekonomi.
“Sekolah rakyat ini nanti tidak ada tesnya. Pokoknya wajib sekolah, tidak perlu tes masuk. Guru-gurunya pun diambil dari guru-guru terbaik, termasuk dari Kementerian Agama yang menyiapkan 110 guru terbaik. Ke depan mungkin sekitar 500 guru agama terbaik dari Kementerian Agama akan dilibatkan,” jelas Menag.
Menag juga menjelaskan bahwa Sekolah Rakyat akan didukung dengan infrastruktur pendidikan modern, seperti e-library, komputerisasi perpustakaan, dan buku-buku terbaru. Selain itu, pemerintah juga tengah mempersiapkan Sekolah Garuda, yakni lembaga pendidikan unggulan untuk mencetak calon-calon pemimpin masa depan bangsa.
Menurut Menag, LPDP (Lembaga Pengelola Dana Pendidikan) juga akan memprioritaskan pemberian beasiswa untuk bidang-bidang strategis, seperti teknologi dan rekayasa (engineering), guna memastikan Indonesia unggul dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi masa depan.
“Beliau (Presiden Prabowo) meyakini tanpa pendidikan yang baik, tidak mungkin lahir bangsa yang besar. Tapi tanpa gizi yang baik, tidak akan lahir anak didik yang baik pula. Maka itu satu paket,” tutur Menag.
Lebih lanjut, Menag menyoroti posisi madrasah dalam ekosistem pendidikan nasional. Ia mengingatkan agar Ma’arif tidak hanya menjadi penonton atas pembangunan pendidikan yang sedang digalakkan pemerintah.
“Madrasah itu berada di lapis ketiga, setelah sekolah negeri dan sekolah rakyat. Bahkan ada anak-anak yang tidak bisa tertampung di madrasah, itulah yang akan ditampung di sekolah rakyat. Kalau Ma’arif tidak proaktif, bisa-bisa justru ditinggal,” ujar Menag.
Menag mengajak LP Ma’arif NU untuk segera merumuskan strategi dan berkolaborasi dengan berbagai pihak dalam dunia pendidikan.
“Saya mohon betul, Ma’arif itu proaktif. Bekerja sama dengan sekolah negeri, Muhammadiyah, ormas-ormas Islam. Kita harus punya satu visi dengan pemerintah,” tegasnya.
Menag juga menekankan pentingnya profesionalisme dalam pengelolaan pendidikan di era kecanggihan teknologi, termasuk dalam menyikapi perkembangan kecerdasan buatan (artificial intelligence).
“Kita harus menyiapkan generasi masa depan yang tidak mengalami kepribadian ganda. Jangan sampai agama dan pemeluknya semakin berjarak karena teknologi,” ujarnya.
Untuk itu, Kementerian Agama telah mulai menyusun konsep kurikulum berbasis ekoteologi yang menekankan harmoni antara manusia, lingkungan, dan Tuhan.
“Kami ingin memperkuat trilogi kerukunan jilid dua: kerukunan antar sesama manusia, kerukunan manusia dengan alam, dan kerukunan manusia dengan Tuhan. Kalau tanpa Tuhan, itu bukan Pancasila,” tegas Menag.
Di akhir arahannya, Menag mengajak seluruh pihak, termasuk ormas Islam dan pengelola pendidikan, untuk duduk bersama merumuskan arah dan visi pendidikan nasional ke depan.
“Ke depan, kami akan mencoba untuk berkumpul dengan teman-teman pengelola pendidikan dari Kemendikti Saintek, Kemendikdasmen, Kementerian Agama, termasuk Kementerian Sosial dan instansi lainnya, juga ormas-ormas kita. Mari kita rumuskan arah pendidikan kita ke depan itu seperti apa,” ujarnya.
Menag menekankan pentingnya memiliki visi pendidikan yang solid, bukan sekadar fokus pada pembelanjaan dana dan pengelolaan teknis pendidikan. “Jangan sampai kita asyik membelanjakan pendanaan sebesar ini, asyik mengelola masalah teknis pendidikan, tapi visi pendidikan kita ke depan seperti apa, belum benar-benar solid. Bagaimana mengakomodasi kemauan madrasah, ormas-ormas Islam, Muhammadiyah dan NU, agar menjadi satu visi dengan pemerintah,” tegasnya.
Menurutnya, bangsa ini harus memiliki kejelasan arah dalam sistem pendidikan nasional, termasuk filosofi dasarnya. “Kita perlu punya address pendidikan seperti apa yang akan kita terapkan di Indonesia. Filosofi pendidikan kita itu seperti apa,” lanjutnya.
Menag menegaskan bahwa dirinya tidak memberikan solusi instan dalam forum tersebut, melainkan mengajak semua pihak untuk mulai membuat kerangka kontribusi. “Ini PR kita bersama. Saya tidak memberikan solusi di sini, tapi mari kita semua membuat ancang-ancang: seandainya kami terlibat nanti, apa kontribusi kami, saran-saran kami dalam menciptakan konsep pendidikan ke depan,” ucap Menag.
“Kami tidak ingin bermain sendiri sebagai pemerintah. Tapi tentu kami wajib mengakomodir apa pendapat Bapak-Ibu sekalian, termasuk Ma’arif,” pungkasnya.